Oleh: Anwar Aras (Pemerhati Kisah Inspiratif dari Berbagai Sosok)
Di balik kesunyian malam dan ketidakterkenalan nama, Ibu Amaliah Kadir menulis. Bukan untuk tenar, bukan pula karena permintaan orang. Ia menulis karena merasa Allah memintanya untuk menebus satu hal: kezaliman terhadap ilmu yang ia simpan sendiri.
Lulusan S2 dari Institut La Royba ini tak pernah menyangka tesisnya yang membahas “Peranan Keteladanan Orang Tua dalam Mendidik Anak” akan membuka jalan panjang menuju dunia pengabdian. Penelitiannya di sebuah SD di kota Bogor, membuatnya terhenyak: dari 81 siswa, hanya sekitar 20 yang mampu shalat dengan bacaan yang benar, dan hanya 30-an yang mampu membaca Alquran. “Saat itu saya tidak menyalahkan siapa-siapa,” tuturnya lirih, “saya justru menyalahkan diri saya sendiri.”
Ujian demi Ujian, dan Janji dengan Tuhan
Kondisi anak-anak tersebut menjadi titik balik. Ibu Amaliah merasa diuji bertubi-tubi dalam hidup karena, katanya, “Allah beri saya ilmu, tapi saya simpan sendiri. Tidak saya bagikan.” Dalam sujud malamnya, ia bersumpah: setiap ilmu yang ia miliki akan ia tuliskan, meski tak pernah kursus, tak punya koneksi, dan tidak menguasai dunia penerbitan.
“Semua saya minta petunjuk dari Allah. Saya nulis malam, siangnya saya susun. Allah yang menuntun semuanya,” kisahnya.
Kini, ia telah menulis 24 buku. Isinya beragam, dari rumus-rumus bahasa Arab, parenting islami, manajemen pendidikan, hingga metode terapi anak disabilitas dan ODGJ (Orang dengan Gangguan Jiwa). Ia tidak hanya menulis—ia menguji sendiri metode yang ia buat, sebelum berani mengklaim hasilnya.
Iqro Cerdas: Untuk Mereka yang Terlupakan
Dari sekian banyak karya, satu yang paling menonjol adalah metode “Iqro Cerdas”—sebuah pendekatan belajar Alquran yang dipadukan dengan terapi otak untuk anak disabilitas dan ODGJ. Namun, alih-alih dipromosikan besar-besaran, ia menyimpannya dalam senyap. “Saya nggak pernah ekspos. Saya cuma ingin tenang,” katanya.
Baru setelah merasa cukup banyak bukti dan testimoni, serta usai menyelesaikan studi doktoralnya, Ibu Amaliah mulai membagikan ilmunya kepada khalayak. Bukan lewat iklan, tapi melalui pelatihan intensif, karena menurutnya, “menghadapi anak-anak spesial itu harus dengan pendekatan yang sangat personal.”
Semua Dilakukan Sendiri, untuk Allah dan Anak-anaknya
Paling mengharukan, ia melakukan semua ini tanpa dukungan tim atau sponsor. “Benar-benar sendiri,” tegasnya. Bahkan keluarga pun hanya mendukung sebatas membantu urusan rumah. “Anak-anak saya masakin, suapin, bantu bersihin rumah. Saya ngetik terus, karena kalau berhenti, bisa lupa rumusnya.”
Namun justru dari anak-anaknya itulah ia mendapatkan semangat dan keyakinan. “Saya ingin wariskan sesuatu yang paling halal. Kalau saya bisa bantu banyak orang, mudah-mudahan anak-anak saya juga dibantu oleh banyak orang. Itu doa saya.”
Bagi Perempuan, Dunia Itu Berat, Tapi Surga Itu Dekat
Sebagai perempuan, Ibu Amaliah memahami betul betapa beratnya menjalani hidup di dunia. Karena itulah ia menulis buku-buku parenting, terutama untuk para ibu yang dizalimi, dilemahkan, bahkan dibuat gila oleh kehidupan. “Saya ingin tanamkan pentingnya aqidah. Kalau ibunya kuat, insya Allah tidak ada istilah broken home,” tegasnya.
Kini, meskipun usianya tak muda lagi, Ibu Amaliah merasa mantap dengan jalannya. “Mungkin inilah yang Allah mau dari saya. Saya dzalim sama diri saya, tapi Allah masih beri saya kesempatan untuk menebusnya,” ucapnya, mengakhiri.
Catatan : Kali ini penulis bersama tim menemui Ibu Amaliah Kadir, seorang ibu dengan 4 anak. Selain Ibu rumah tangga, juga seorang penulis produktif, sudah 24 buku yang sudah dilahirkan, baik telah memiliki ISBN dan Haki. Diantara buku yang cukup dikenal luas baik di dalam negeri hingga 31 negara sudah dirambahnya, yaitu buku Iqra Cerdas. Insya Allah secara khusus tentang buku Iqra cerdas akan diangkat pada tulisan tersendiri.